Selasa, 25 Oktober 2016
ARTIKEL IBD
A. PENGERTIAN
PERIODISASI SASTRA
Periodesasi sastra adalah pembabakan waktu terhadap
perkembangan sastra yang ditandai dengan ciri-ciri tertentu. Maksudnya tiap
babak waktu (periode) memiliki ciri tertentu yang berbeda dengan periode lain.
Periode sastra, selain berdasarkan tahun kemunculan, juga
berdasarkan ciri-ciri sastra yang dikaitkan dengan situasi sosial serta
pandangan dan pemikiran pengarang terhadap masalah yang dijadikan objek karya
kreatifnya.
B. Secara urutan waktu maka sastra Indonesia terbagi
atas beberapa
angkatan:
Angkatan Balai
Pustaka
Angkatan Pujangga
Baru
Angkatan 1945
Angkatan 1950 -
1960-an
Angkatan 1966 -
1970-an
Angkatan 1980 -
1990-an
Angkatan Reformasi
Angkatan 2000-an
1. Angkatan Balai Pustaka
Angkatan Balai Pusataka merupakan karya sastra di Indonesia
yang terbit sejak tahun 1920, yang dikeluarkan oleh penerbit Balai Pustaka.
Prosa (roman, novel, cerita pendek dan drama) dan puisi mulai menggantikan
kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di
Indonesia pada masa ini.
Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah
pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu
Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki
misi politis (liar).
Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu
bahasa Melayu-Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa Sunda; dan dalam jumlah terbatas
dalam bahasa Bali, bahasa Batak, dan bahasa Madura.
Nur Sutan Iskandar dapat disebut sebagai "Raja Angkatan
Balai Pustaka" karena ada banyak sekali karya tulisnya pada masa tersebut.
Apabila dilihat daerah asal kelahiran para pengarang, dapatlah dikatakan bahwa
novel-novel Indonesia yang terbit pada angkatan ini adalah "Novel
Sumatera", dengan Minangkabau sebagai titik pusatnya.
Pada masa ini, novel Siti Nurbaya dan Salah Asuhan menjadi
karya yang cukup penting. Keduanya menampilkan kritik tajam terhadap
adat-istiadat dan tradisi kolot yang membelenggu. Dalam perkembangannya,
tema-teman inilah yang banyak diikuti oleh penulis-penulis lainnya pada masa
itu.
Ciri-ciri puisi angkatan 1920 :
a. Masih mewarisi corak puisi lama mirip pantun dan syair
sedangkan sampiran tidak diakui untuk menaikan puisinya lebih intens.
Contoh
. . . .
Bukanlah beta berpijak bunga
melalui hidup menuju makam
Setiap saat disimbur sukar
bermandi darah dicucurkan dendam
. . . .
Dikutip dari puisi
berjudul “Mengeluh” karya Rustam Effendi
b. Gaya bahasanya masih menggunakan perumpamaan yang klise,
pepatah, peribahasa, tapi memakai bahasa percakapan sehari hari lain dengan
bahasa hikayat sastra lama.
Contoh:
. . . .
Selama berteduh di alam nan lapang
Tumpah darah Nusa India
Dalam hatiku selalu mulia
Dijunjung tinggi diatas kepala
Semenjak diri lahir ke bumi
Sampai bercerai badan dan nyawa
Karena kita sedarah-sebangsa
Bertanah air di Indonesia
. . . .
Dikutipan dari puisi karya Muhammad Yamin “INDONESIA TUMPAH
DARAHKU”
Ciri-ciri prosa angkatan 1920:
a. Gaya bahasanya mempergunakan perumpamaan klise, pepatah,
dan peribahasa.
Contoh:
. . . .
Bukankah telah kukatakan dalam pepatah: Malang tak dapat
ditolak, mujur tak dapat diraih? Bukankah setahun telah engkau ketahui
untungku, karena engkau telah mendapat mimpi tentang nasibku itu?
. . . .
Dikutip dari: Sitti Nurbaya Kasih Tak Sampai, Marah Rusli,
Balai Pustaka, Jakarta, 1988
Dalam kutipan di atas tampak bahwa novel Siti Nurbaya
menggunakan gaya bahasa yang mengandung pepatah
b. Alur yang digunakan sebagian besar alur lurus. Namun, ada
juga yang mempergunakan alur sorot balik, misalnya Azab dan Sengsara dan Di
Bawah Lindungan Ka bah.
c. Teknik penokohan dan perwatakannya menggunakan analisis
langsung.
Contoh:
. . . .
Jika dipandang dari jauh, tentulah akan disangka; anak muda
ini seorang anak Belanda, yang hendak pulang dari sekolah. Tetapi jika dilihat
dari dekat, nyatalah ia bukan bangsa Eropa; karena kulitnya kuning sebagai
kulit langsat, rambut dan matanya hitam sebagai dawat. Di bawah dahinya yang
lebar dan tinggi, nyata kelihatan alis matanya yang tebal dan hitam pula.
Hidungnya mancung dan mulutnya halus. Badannya sedang, tak gemuk dan tak kurus,
tetapi tegap. Pada wajah mukanya yang jernih dan tenang, berbayang, bahwa ia
seorang yang lurus, tetapi keras hati; tak mudah dibantah, barang sesuatu
maksudnya. Menilik pakaian dan rumah sekolahnya, nyata ia anak seorang yang
mampu dan tertib sopannya menyatakan ia anak seorang yang berbangsa tinggi.
. . . .
Dikutip dari: Sitti Nurbaya Kasih Tak Sampai, Marah Rusli,
Balai Pustaka, Jakarta, 1988
Dalam kutipan di atas bentuk fisik Samsulbahri digambarkan
secara langsung.
d. Pusat pengisahannya pada umumnya mempergunakan metode
orang ketiga. Ada juga roman yang mempergunakan metode orang pertama, misalnya
Kehilangan Mestika dan Di Bawah Lindungan Ka bah.
Contoh:
. . . .
Ah, jangan Sam. Kasihanilah orang tua itu! Karena ia bukan
sehari dua bekerja pada ayahmu.
. . . .
Dikutip dari: Sitti Nurbaya Kasih Tak Sampai, Marah Rusli,
Balai Pustaka, Jakarta, 1988
e. Banyak sisipan-sisipan peristiwa yang tidak langsung
berhubungan dengan inti cerita, seperti uraian adat, dongeng-dongeng, syair,
dan pantun nasihat.
Contoh sisipan pantun:
. . . .
Ke rimba berburu kera,
dapatlah anak kambing jantan.
Sudah nasib apakah daya,
demikian sudah permintaan badan.
. . . .
Dikutip dari: Sitti Nurbaya Kasih Tak Sampai, Marah Rusli,
Balai Pustaka, Jakarta, 1988
f. Bersifat didaktis. Sifat ini berpengaruh sekali pada gaya
penceritaan dan struktur penceritaannya. Semuanya ditujukan kepada pembaca
untuk memberi nasihat.
Contoh:
. . . .
Ketahuilah olehmu, Samsul, walaupun di dalam dunia ini dapat
kita memperoleh kesenangan, kekayaan, dan kemuliaan, akan tetapi dunia ini
adalah mengandung pula segala kesusahan, kesengsaraan, kemiskinan, dan kehinaan
yang bermacam-macam rupa bangunnya tersembunyi pada segala tempat, mengintip
kurbannya setiap waktu, siap menerkam, barang yang dekat kepadanya.
. . . .
Dikutip dari: Sitti Nurbaya Kasih Tak Sampai, Marah Rusli,
Balai Pustaka, Jakarta, 1988
Isi kutipan di atas memberi nasihat kepada Samsulbahri dan
pembaca untuk berhati-hati dalam hidup.
g. Bercorak romantis (melarikan diri) dari masalah kehidupan
sehari-hari yang menekan.
Contoh:
. . . .
Aku masuk jadi bala tentara ini bukan karena apa, hanya
karena hendak . . .” di situ terhenti Letnan Mas bercakap-cakap sebagai tak
dapat ia mengeluarkan perkataannya . . . ” mencari kematian.”
”Apa katamu?” tanya Van Sta dengan takjub.
”Mencari kematian, kataku,” jawab Mas dengan sedih. Tetapi
sekarang belumlah kuperoleh maksudku ini. Rupanya benar kata pepatah Melayu:
sebelum ajal, berpantang mati.
. . . .
Dikutip dari: Sitti Nurbaya Kasih Tak Sampai, Marah Rusli,
Balai Pustaka, Jakarta, 1988
Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa Letnan Mas atau
Samsulbahri berusaha bunuh diri untuk lari dari masalah yang dihadapinya.
h. Permasalahan adat, terutama masalah adat kawin paksa,
permaduan, dan sebagainya.
Contoh:
. . . .
”Yang paling ibu sukai, sudahlah ibu katakan dahulu. Tidak
lain hanyalah Rapiah, anak kakak kandung ibu. Yang seibu sebapa dengan ibu
hanya Sutan Batuah, guru kepala di Bonjol. Bukan sebuah-sebuah kebaikannya,
jika engkau memulangi Rapiah. Pertama, adalah menurut sepanjang adat, bila
engkau memulangi anak mamakmu. Kedua, rupa Rapiah pun dikatakan tidak buruk.
Ketiga, sekolahnya cukup, tamat HIS. Keempat, ia diasuh baik-baik oleh orang
tuanya. Lepas dari sekolah ia dipingit, lalu diajar ke dapur, menjahit, dan
merenda. Kelima perangainya baik, hati tulus, dan sabar. Keenam – ah, banyak
lagi kebaikannya, Hanafi.
. . . .
Dikutip dari: Salah Asuhan, Abdoel Moeis, Balai Pustaka,
Jakarta, 1987
Dari kutipan di atas diketahui masalah kawin paksa yang
harus dilakukan oleh tokoh Hanafi.
i. Pertentangan paham antara kaum tua dengan kaum muda. Kaum
tua mempertahankan adat lama, sedangkan kaum muda menghendaki kemajuan menurut
paham kehidupan modern.
Contoh:
. . . .
”Ibu orang kampung dan perasaan ibu kampung semua,” demikian
ia berkata, kalau ibunya mengembangkan permadani di beranda belakang, buat
menanti tamu yang sesama tuanya.
”Di rumah gadang, di Koto Anau, tentu boleh duduk menabur
lantai sepenuh rumah, tapi di sini kita dalam kota, tamuku orang Belanda saja.”
”Penat pinggangku duduk di kursi dan berasa pirai kakiku
duduk berjuntai, Hanafi,” sahut ibunya. ”Kesenangan ibu hanyalah duduk di
bawah, sebab semenjak ingatku duduk di bawah saja.”
”Itu salahnya, ibu, bangsa kita dari kampung; tidak suka
menurutkan putaran jaman. Lebih suka duduk rungkuh dan duduk mengukul saja
sepanjang hari. Tidak ubah dengan kerbau bangsa kita, Bu! Dan segala sirih
menyirih itu . . . brrrr!”
. . . .
Dikutip dari: Salah Asuhan, Abdoel Moeis, Balai Pustaka,
Jakarta, 1987
Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa antara tokoh
Hanafi dan ibunya terjadi pertentangan paham mengenai letak perabotanyang ada
di rumahnya.
2. Periodesasi Pujangga Baru (1930)
Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor
yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa
tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan
kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual,
nasionalistik dan elitis.
Pada masa itu, terbit pula majalah Pujangga Baru yang
dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, beserta Amir Hamzah dan Armijn Pane.
Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930 - 1942),
dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana. Karyanya Layar Terkembang, menjadi
salah satu novel yang sering diulas oleh para kritikus sastra Indonesia. Selain
Layar Terkembang, pada periode ini novel Tenggelamnya Kapal van der Wijck dan
Kalau Tak Untung menjadi karya penting sebelum perang.
Pada periode Pujangga Baru jenis sastra yang dihasilkan
sebagian besar puisi. Selain itu, karya sastra berjenis cerita pendek dan drama
sudah mulai ditulis.
A. Puisi
Ciri-ciri puisi periode Pujangga Baru:
a.Puisinya berbentuk puisi baru, bukan pantun dan syair
lagi.
b.Pilihan kata-katanya diwarnai dengan kata-kata nan indah.
c.Bahasa kiasan utama ialah perbandingan.
d.Hubungan antarkalimat jelas dan hampir tidak ada kata-kata
yang ambigu.
e.Mengekspresikan perasaan, pelukisan alam yang indah, dan
tenteram.
f.Persajakan (rima) merupakan salah satu sarana kepuitisan
utama.
Contoh:
Padamu Jua
. . . .
Kasihmu sunyi
Menunggu seorang diri
Lalu waktu – bukan giliranku
Mati hari – bukan kawanku
. . . .
Dikutip dari: Nyanyi Sunyi, Amir Hamzah, Dian Rakyat,
Jakarta, 1985
Dari puisi ”Padamu Jua” dapat diketahui bahwa puisi angkatan
ini bukan termasuk pantun atau syair lagi. Pilihan kata-katanya sangat indah
dan diwujudkan dalam rima yang sesuai. Puisi ”Padamu Jua” mengekspresikan
perasaan rindu dan cinta kepada sang kekasih. Dalam puisi ”Padamu Jua” terdapat
bahasa kias yang berupa perbandingan, seperti serupa dara di balik tirai. Pada
puisi ”Padamu Jua” masih mempertahankan persajakan. Persajakan ini dapat
dilihat pada setiap baitnya.
B. Prosa
Ciri-ciri prosa periode pujangga baru :
a.Alurnya lurus. Alurnya maju
b.Teknik perwatakannya tidak menggunakan analisis langsung.
Deskripsi
fisik sudah
sedikit.
Contoh:
. . . .
”Aduh, indah benar.” Dan seraya melompat-lompat kecil
ditariknya tangan kakaknya, ”Lihat Ti, yang kecil itu, alangkah bagus mulutnya!
Apa ditelannya itu? Nah, nah, dia bersembunyi di celah karang.” Sekalian perkataan
itu melancar dari mulutnya, sebagai air memancar dari celah gunung. Tuti
mendekat dan melihat menurut arah telunjuk Maria, ia pun berkata, ”Ya, bagus.”
Tetapi suaranya amat berlainan dari adiknya, tertahan berat.
. . . .
Dikutip dari: Layar Terkembang, St. Takdir Alisjahbana,
Balai Pustaka, Jakarta, 1989
Dari kutipan tersebut dapat diketahui watak Maria yang mudah
memuji dan watak Tuti yang tidak mudah kagum atau memuji. Watak Maria dan Tuti
dapat dilihat dari percakapan antara Maria dan Tuti.
c. Tidak banyak sisipan cerita sehingga alurnya menjadi
lebih erat.
d. Pusat pengisahannya menggunakan metode orang ketiga.
e.Gaya bahasanya sudah tidak menggunakan perumpamaan,
pepatah, dan peribahasa.
f.Masalah yang diangkat adalah masalah kehidupan masyarakat
kota, misalnya masalah
emansipasi,
pemilihan pekerjaan, dan masalah individu manusia.
Contoh:
. . . .
Dalam sepi yang sesepi-sepinya itulah kedengaran suara Tuti
membelah. ”Saudara-saudaraku kaum perempuan, rapat yang terhormat! Berbicara tentang
sikap perempuan baru sebahagian besar ialah berbicara tentang cita-cita
bagaimanakah harusnya kedudukan perempuan dalam masyarakat yang akan datang.
Janganlah sekali-kali disangka, bahwa berunding tentang cita-cita yang demikian
semata-mata berarti berunding tentang anganangan dan pelamunan yang tiada
mempunyai guna yang praktis sedikit jua pun.
. . . .
Dikutip dari: Layar Terkembang, St. Takdir Alisjahbana,
Balai Pustaka, Jakarta, 1989
Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa salah satu
masalah yang ditampilkan adalah masalah emansipasi wanita.
3. Periodesasi Angkatan 1945
Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah
mewarnai karya sastrawan Angkatan '45. Karya sastra angkatan ini lebih
realistik dibanding karya Angkatan Pujangga baru yang romantik-idealistik.
Karya-karya sastra pada angkatan ini banyak bercerita
tentang perjuangan merebut kemerdekaan seperti halnya puisi-puisi Chairil
Anwar. Sastrawan angkatan '45 memiliki konsep seni yang diberi judul
"Surat Kepercayaan Gelanggang".
Konsep ini menyatakan bahwa para sastrawan angkatan '45
ingin bebas berkarya sesuai alam kemerdekaan dan hati nurani. Selain Tiga
Manguak Takdir, pada periode ini cerpen Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma
dan Atheis dianggap sebagai karya pembaharuan prosa Indonesia.
Pada periode ini berkembang jenis-jenis sastra: puisi,
cerpen, novel dan drama. Berikut ini ciri-ciri karya sastra Angkatan 45.
A.Puisi
Ciri-cirinya adalah :
a. Puisi bebas, tidak terikat pembagian bait, jumlah baris,
dan persajakan (rima).
b. Pilihan kata atau diksi mempergunakan kosakata bahasa
seharihari.
c. Menggunakan kata-kata, frasa, dan kalimat-kalimat ambigu
menyebabkan arti ganda
dan banyak
tafsir.
d. Mengekspresikan kehidupan batin atau kejiwaan manusia
melalui peneropongan batin
sendiri.
e. Mengemukakan masalah kemanusiaan umum (humanisme
universal). Misalnya,
tentang
kesengsaraan hidup, hak-hak asasi manusia, masalah kemasyarakatan, dan
kepincangan dalam
masyarakat, seperti gambaran perbedaan mencolok antara
golongan kaya dan
miskin.
f. Filsafat eksistensialisme mulai dikenal.
Contoh:
Aku
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang
jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan akan akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Chairil Anwar, Maret
1943
Puisi ”Aku” tidak terikat pembagian bait, jumlah baris, dan
persajakan. Pada bait pertama terdiri atas tiga baris. Pada bait kedua terdiri
atas satu baris. Pada bait ketiga terdiri atas dua baris. Puisi ”Aku”
mengekspresikan langsung perasaan penyair. Diksi atau pilihan kata yang
digunakan adalah kosakata sehari-hari. Dalam puisi ”Aku” terdapat
kalimat-kalimat ambigu yang menyebabkan banyak tafsiran seperti kalimat Aku mau
hidup seribu tahun lagi yang berarti penyair benar-benar ingin hidup sampai
seribu tahun lagi atau penyair ingin gagasan dan semangatnya diteruskan dari
generasi ke generasi walaupun penyair telah meninggal. Hubungan baris dan
kalimat pada puisi ”Aku” tidak terlihat, karena tiap-tiap kalimat pada puisi
”Aku” seperti berdiri sendiri. Misalnya, pada bait 1 dan 2 secara kosakata
tidak berhubungan. Namun, secara makna bait 1 dan 2 berhubungan. Puisi ”Aku”
mengekspresikan kehidupan batin manusia yang tetap berpegang teguh pada
pendiriannya untuk hidup bebas. Masalah yang diungkapkan adalah masalah hak
asasi manusia untuk bebas dan berpegang teguh pada prinsipnya. Filsafat
eksistensialisme mulai tampak dalam puisi ”Aku”. Dalam puisi ”Aku” penyair
mulai menghargai keberadaannya meskipun dalam keadaan yang terasing dan
tersiksa.
B. Prosa
ciri-cirinya:
a. Banyak alur sorot balik, meskipun ada juga alur lurus.
b. Sisipan-sisipan cerita dihindari, sehingga alurnya padat.
c. Penokohan secara analisis fisik tidak dipentingkan, yang
ditonjolkan analisis kejiwaan, tetapi tidak dengan analisis langsung, melainkan
dengan cara dramatik.
d. Mengemukakan masalah kemasyarakatan. Di antaranya
kesengsaraan kehidupan, kemiskinan, kepincangan-kepincangan dalam masyarakat,
perbedaan kaya dan miskin, eksploitasi manusia oleh manusia.
Contoh:
. . . .
Banyak yang ditakutinya timbul. Hari-hari depan yang kabur
dan menakutkan. Keselamatan istri dan anaknya. Penghidupan yang semakin mahal.
Dan gaji yang tidak cukup. Hutang pada warung yang sudah dua bulan tidak
dibayar. Sewa rumah yang sudah dihutang tiga bulan. Perhiasan istrinya dipajak
gadai.
. . . .
Dikutip dari: Jalan Tak Ada jung, Mochtar Lubis, Pustaka
Jaya, Jakarta, 1990
Dari kutipan tersebut dapat diketahui masalah yang
dikemukakan adalah masalah kemiskinan yang dihadapi tokoh utamanya (Guru Isa).
e. Mengemukakan masalah kemanusiaan yang universal.
Misalnya, masalah kesengsaraan karena perang, tidak adanya perikemanusiaan
dalam perang, pelanggaran hak asasi manusia, ketakutan-ketakutan manusia,
impian perdamaian, dan ketenteraman hidup.
Contoh:
. . . .
Isa berdiri terengah-engah karena sudah tidak biasa berlari
lagi. Gadis-gadis Palang Merah itu hendak kembali mengambil orang Tionghoa yang
luka, tetapi orang-orang menahan. ”Jangan,” kata mereka, ”ubel-ubel itu tidak
peduli Palang Merah.”
. . . .
Dikutip dari: Jalan Tak Ada jung, Mochtar Lubis, Pustaka
Jaya, Jakarta, 1990
Dari kutipan tersebut dapat dilihat tidak adanya
perikemanusiaan dalam perang. Bahkan, untuk menolong orang yang terluka saja
tentara-tentara tetap menembaki anggota Palang Merah.
f. Mengemukakan pandangan hidup dan pikiran-pikiran pribadi
untuk memecahkan sesuatu masalah.
Contoh:
. . . .
Guru Isa merasa perubahan dalam dirinya. Rasa sakit siksaan
pada tubuhnya tidak menakutkan lagi. . . orang harus belajar hidup dengan
ketakutan-ketakutannya . . . . Sekarang dia tah . . . . Tiap orang punya
ketakutannya sendiri dan mesti belajar hidup dan mengalahkan ketakutannya.”
. . . .
Dikutip dari: Jalan Tak Ada jung, Mochtar Lubis, Pustaka
Jaya, Jakarta, 1990
Dari kutipan di atas diketahui bahwa tokoh Guru Isa
mengemukakan pikirannya untuk mengatasi rasa takut dan ia berhasil.
g. Latar cerita pada umumnya latar peperangan, terutama
perang kemerdekaan melawan Belanda, meskipun ada juga latar perang menentang
Jepang. Selain itu, ada juga latar kehidupan masyarakat sehari-hari.
Contoh:
. . . .
Ketika tembakan pertama di Gang Jaksa memecah kesunyian
pagi, Guru Isa sedang berjalan kaki menuju sekolahnya di Tanah Abang. Selintas
masuk ke dalam pikirannya rasa waswas tentang keselamatan istri dan anaknya.
. . . .
Dikutip dari: Jalan Tak Ada jung, Mochtar Lubis, Pustaka
Jaya, Jakarta, 1990
Latar kutipan novel Jalan Tak Ada jung menunjukkan latar
suasana mencekam karena masih dalam suasana peperangan.
4. Periodesasi Angkatan 1950
Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra
Kisah asuhan H.B. Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi
dengan cerita pendek dan kumpulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun
1956 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya, Sastra.
Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan
sastrawan, yang bergabung dalam Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) yang
berkonsep sastra realisme-sosialis. Timbullah perpecahan dan polemik yang
berkepanjangan di antara kalangan sastrawan di Indonesia pada awal tahun 1960;
menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karena masuk kedalam politik praktis
dan berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia.
Sesungguhnya ciri-ciri karya sastra Angkatan 45 dan Angkatan
50 sukar dibedakan. Angkatan 45 diteruskan oleh Angkatan 50.
Berikut ini ciri-ciri karya sastra Angkatan 50.
Puisi
a. Gaya epik (bercerita) berkembang dengan berkembangnya
puisi cerita dan balada,
dengan gaya yang
lebih sederhana.
Misalnya:
Puisi-puisi karya Rendra, seperti ”Balada Terbunuhnya Atmo
Karpo”, ”Blues untuk Bonnie”, atau ”Nyanyian Angsa”.
b. Gaya ulangan mulai berkembang.
c. Ada gambaran suasana muram karena menggambarkan hidup
yang penuh penderitaan.
d. Mengungkapkan masalah-masalah sosial seperti, kemiskinan,
pengangguran,
perbedaan kaya
miskin yang besar, belum adanya pemerataan hidup.
Contoh:
Blues untuk Bonnie
Kota Boston lusuh dan layu kerna angin santer, udara jelek.
Dan malam larut yang celaka.
Di dalam cafe itu seorang penyanyi Negro tua bergitar dan
bernyanyi.
Hampir-hampir tanpa penonton.
. . . .
Ia bernyanyi.
Suaranya dalam.
Lagu dan kata ia kawinkan lalu beranak seratus makna.
Georgia. Georgia yang jauh.
. . . .
Dikutip dari: Blues untuk Bonnie, Rendra, Pustaka Jaya,
Jakarta, 1976
Puisi ”Blues untuk Bonnie” berbentuk balada. Dari kutipan di
atas dapat dilihat adanya gaya ulangan, seperti pada baris kelima. Pada puisi tersebut kata georgia diulang. Puisi
”Blues untuk Bonnie” menggambarkan suasana muram dan penderitaan kaum Negro
yang tinggal di gubug-gubug yang bocor. Masalah yang diungkapkan dalam kutipan
puisi di atas adalah masalah kemiskinan yang dihadapi oleh seorang penyanyi
Negro tua.
Prosa
Dalam hal prosa (cerita rekaan) rupanya ciri-ciri struktur
estetik Angkatan 45 masih tetap diteruskan oleh periode 50 ini hingga pada
dasarnya tak ada perbedaan ciri struktur estetik. Pada prosa 1950 cenderung
menceritakan kehidupan masyarakat yang masih harus terus berjuang dan berbenah
di awal-awal masa kemerdekaan.
Contoh:
. . .
Tapi heran, ia makan tetap seperti dulu, seperti dulu zaman Jepang (hanya sekarang ada
nasi, benar-benar nasi), seperti dulu ketika zaman perang, seperti dulu ketika
masa-masa permulaan ayah baru keluar dari tawanan. Sedikit. Tak banyak lauk.
. . .
Dikutip dari :Di Tengah keluarga, Ajip Rosidi, Balai
Pustaka, Jakarta 1975
5. Periodesasi Angkatan 1966
Angkatan ini ditandai dengan terbitnya Horison (majalah
sastra) pimpinan Mochtar Lubis. Semangat avant-garde sangat menonjol pada
angkatan ini. Banyak karya sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalam
aliran sastra dengan munculnya karya sastra beraliran surealistik, arus
kesadaran, arketip, dan absurd.
Penerbit Pustaka Jaya sangat banyak membantu dalam
menerbitkan karya-karya sastra pada masa ini. Sastrawan pada angkatan 1950-an
yang juga termasuk dalam kelompok ini adalah Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro,
Djamil Suherman, Bur Rasuanto, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono dan
Satyagraha Hoerip Soeprobo dan termasuk paus sastra Indonesia, H.B. Jassin.
Beberapa satrawan pada angkatan ini antara lain: Umar Kayam,
Ikranegara, Leon Agusta, Arifin C. Noer, Darmanto Jatman, Arief Budiman,
Goenawan Mohamad, Budi Darma, Hamsad Rangkuti, Putu Wijaya, Wisran Hadi, Wing
Kardjo, Taufik Ismail, dan banyak lagi yang lainnya.
Angkatan ini ditandai dengan terbitnya Horison (majalah
sastra) pimpinan Mochtar Lubis. Banyak karya sastra pada angkatan ini yang
sangat beragam dalam aliran sastra dengan munculnya karya sastra beraliran
surealistik, arus kesadaran, arketip, dan absurd.
Ciri-ciri puisi pada angkatan 1966 :
1. Berontan terhadap
sistem pemerintahan yang buruk
Contoh puisi :
Kau tertawa diatas kekuasaan
Kau diam dalam tahumu
Apa yang kau kerjakan disana ?
Ribuan rakyat mengeruk sejumput tanah demi hidup
....
Penindasan Para Penguasa “ Kurnia laelasari “
Pada puisi tersebut menunjukkan rasa ketidakpuasan terhadap
pemerintah yang haus akan kekuasaan sedangkan rakyat nya hidup dalam
penderitaan .
2. Bercorak perjuangan anti tirani proses politik , anti
kezaliman dan kebatilan
Contoh puisi :
Kawan dengarkanlah
Kengerian terlalu lama
Di tanah yang harusnya kita merasa bangga
Bila kau tak bicara
Kita telah menanam dusta
Bukankah menderita adalah kita juga ?
Hey Negeri ???
Kapankah akan berhenti !
Hey Negeri ???
Kapankah mungkin kita akhiri !
Hey Negeri “ Rindy
Wahyu Budi P “
Pada puisi diatas mengajak kita agar membuka mata dan
berjuang mengubah kondisi negeri yang kini semakin berantakan.
3. Bercorak membela keadilan
Contoh puisi :
Kau para penjahat berseragam
Lihatlah, para gelandangan kelaparan
Beratapkan langit, beralaskan jalan
Mengais sampah mencari makan
Tak pernah mereka rasakan
Dunia dengan penuh kemewahan
....
Antara penjahat dan
pejabat “ Deta ervita sari “
Puisi diatas bercorak membela keadilan yang ditunjukkan
dengan memperlihatkan keadaan masyarakat saat itu yang buruk .
4. Mencintai nusa, bangsa, negara dan persatuan
Contoh puisi :
....
Tanah air ku , disini kutumpahkan darah ini
Disini dulu kami berjuang hingga mati
Disini dulu kami saling berjuang
Melupakan perbedaan ras, agama dan suku untuk menang
....
Kami disini masih
cinta
Kami disini masih sayang
Tanah air ku satu bernama Indonesia
Negeri ku Bhineka tunggal ika
Indonesia Tanah Air Ku “Hurananto”
Pada kutipan bait di atas sangat terlihat jelas rasa
nasionalisme yang tinggi
5 Banyak mengemukakan cerita-cerita dan kepercayaan rakyat
sebagai pokok-pokok
sajak balada
Contoh puisi :
....
Dewi Sri akan selalu memberikan butiran-butiran suci
Dan langit akan selalu meneteskan air matanya
Biarkan semua itu
Sebuah berkah yang maha
Agar kita belajar bijaksana
....
Cara Kita “ Puput
Alviani”
Pada penggalan puisi diatas yaitu pada bait ketiga baris
pertama menyinggung tentang salah satu kepercayaan rakyat Jawa dan Bali yaitu
Dewi Sri. Menurut kepercayaan masyrakat Jawa dan Bali dewi Sri adalah dewi
pertanian , dewi padi dan sawah, serta dewi kesuburan.
6. Ada gambaran suasana muram karena menggambarkan hidup
yang penuh penderitaan.
Contoh puisi :
Jika kupaksakan dengan peluh jua
Tetap saja hanya untuk makan sehari
Terkadang ingin kuberdiam saja
Melawan suara risau nyanyian perut
Hidup hari ini
Bergantung pada kerja kemaren
Hidup besok
Bergantung pada kerja hari ini
....
Demi sesuap saja “ Selvia “
Puisi tersebut
menggambarkan penderitaan seseorang harus bekerja keras hanya untuk mencari sesuap
nasi di negeri ini.
7. Mengungkapkan masalah-masalah sosial, kemiskinan ,
pengangguran, perbedaan kaya
miskin yang
besar, belum adanya pemerataan hidup
Contoh puisi :
Disudut ingar bingar kota diacuhkan
Terasingkan dari kelayakan
Menatap haru hidup di hari esok
Hari untuk menyambung urat nadi
Jiwanya tangguh menerjang badai kemiskinan
Raganya nestapa melawan arus kenyataan
Tak terperi tergerus oleh ketidakadilan
Meraung melawan kenyataan
...
Derita Di Sudut Kota
“ Kurnia Laelasari “
Pada penggalan puisi diatas menggambarkan bahwa masyarakat
masih banyak yang menganggur dan sulit dalam mencari pekerjaan . Pekerjaan
belum merata . Dan perbedaan antara orang kaya dan miskin masih sangat berbeda
.
8. Protes sosial dan politik
Contoh puisi :
....
Entah benar , entah salah
Tak ada yang mengira
Ngoceh sana, ngoceh sini
Mengumbar janji tanpa bukti
Kau memang pandai bersilat lidah
Kau pandai juga memutar balik fakta
Dasar tikus politik
Tak tau norma, Tak paham pula agama
Buta mata karena harta
....
Tikus Politik “
Puput Alviani”
Pada puisi di atas menunjukkan adanya sikap pemprotesan akan
maraknya korupsi yang ada di Indonesia .
6. Periodesasi Angkatan 1970
Dalam periode ini mulai berkembang sastra pop dan novel pop.
Berikut ini ciri-ciri karya sastra periode Angkatan 1970.
A. Puisi
a. Mempergunakan sarana kepuitisan yang khusus berupa frasa.
b. Mempergunakan teknik pengungkapan ide secara sederhana,
dengan kalimat-kalimat biasa atau sederhana.
c. Mengemukakan kehidupan batin religius yang cenderung
mistik.
d. Menuntut hak-hak asasi manusia misalnya: kebebasan, hidup
merdeka, bebas dari penindasan, menuntut kehidupan yang layak, dan bebas dari
pencemaran kehidupan modern.
e. Mengemukakan kritik sosial atas kesewenang-wenangan
terhadap kaum lemah, dan kritik atas penyelewengan.
Contoh:
Solitude
Oleh: Sutardji Calzoum Bachri
yang paling mawar
yang paling duri
yang paling sayap
yang paling bumi
yang paling pisau
yang paling risau
yang paling nancap
yang paling dekap
samping yang paling
kau!
Sumber: Apresiasi Puisi, Herman J. Waluyo, Gramedia,
Jakarta, 2002
Pada puisi ”Solitude” kata ‘yang paling ‘ diulang-ulang.
Puisi ”Solitude” menggunakan kata-kata dan kalimat-kalimat yang sederhana.
Puisi ”Solitude” menunjukkan kesepian hati penyair. Penyair merasa bahwa
Tuhanlah segala-galanya dan ditunjukkan dengan kalimat: samping yang paling
Kau! Kata Kau! pada puisi ”Solitude” mengacu kepada Tuhan.
Prosa
a. Alur
berbelit-belit.
b. Pusat pengisahan
bermetode orang ketiga.
Contoh:
. . . .
”Tiap langkahnya adalah dia yang ziarah pada kemanusiaan.
Pada dirinya sendiri.”
. . . .
Dikutip dari: iarah, Iwan Simatupang, Djambatan, Jakarta,
1976
Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa novel iarah
menggunakan sudut pandang orang ketiga. Penulis menyebut tokoh utama dengan
sebutan ”dia”.
c. Mengeksploitasi
kehidupan manusia sebagai individu, bukan sebagai makhluk
komunal.
Contoh:
. . . .
”Tiap langkahnya adalah dia yang ziarah pada kemanusiaan.
Pada dirinya sendiri.”
. . . .
Dikutip dari: iarah, Iwan Simatupang, Djambatan, Jakarta,
1976
Dari kutipan tersebut dapat dilihat bahwa penulis hanya
mengeksploitasi manusia sebagai makhluk individu yang hanya menghargai
keberadaan dirinya sendiri. Hal ini dapat dilihat dari kalimat pada dirinya
sendiri.
7. Periodesasi Angkatan 2000
Ciri-ciri puisi angkatan 2000:
a. Pilihan kata
diambil dan bahasa sehari-hari yang disebut bahasa “kerakyat jelataan”.
Contoh puisinya :
Nagasari
membuka kulit nagasari
isinya bukan pisang
tapi mayat anak gembala
yang berseruling setiap senja
membuang kulit nagasari
seorang nahkoda memungutnya
dan merobeknya jadi dua
separuh buat peta
separuh buat bendera kapal
(D.Zawawi Imron, Bulan Tertusuk Lalang, hlm.45)
b. Mengandung revolusi tipografi atau tata wajah yang bebas
aturan dan cenderung ke puisi konkret.
Contoh puisi :
Puisi Perjalanan
Hendaklah puisiku lahir dari jalanan
Dari desah nafas para pengemis gelandangan
Jangan dari gedung-gedung besar
Dan lampu gemerlapan
Para pengemis yang lapar
Langsung menjadi milik Tuhan
sebab rintihan mereka
tak lagi bisa mengharukan
Emha Ainun Najib
c. Puisi-puisi profetik (keagamaan/religius) dengan
kecenderungan menciptakan pengembaraan yang lebih konkret melalui alam, rumput
atau daun-daun.
Contoh Puisi :
Sembahyang Rumputan
Aku, rumputan
Tak pernah lupa sembahyang
Inna Sholati wa nusuku
Wa mahyaaya wa mammati
Lillahi Robbil ‘alamin
Topan melanda padang ilalang
Tubuhku bergoyang-goyang
Tapi tetap teguh dalam sembahyang
Dan akarku yang mengurat di bumi
Tak berhenti mengucap shalawat nabi
Ahmadun Y. Herfanda
d. Penggunaan citraan alam benda.
Contoh puisi :
Bulan Tertusuk Lalang
bulan rebah
angin lelah di atas kandang
cicit kelelawar
menghimbau di ubun bukit
di mana kelak kujemput anak cucuku
menuntun sapi berpasang-pasangan
angin termangu di pohon asam
bulan tertusuk lalang
(D. Zawawi Imron, Bulan Tertusuk Lalang, hlm 47)
Ciri-ciri prosa angkatan 2000
1. Mulai bermunculan fiksi-fiksi islami
Contoh :
. . .
Berkaitan dengan Alicia yang katanya ingin berbincang
seputar islam dan ajaran moral yang dibawanya. Alicia ingin sekali bertanya
banyak hal padaku sejak kejadian di atas metro itu. Aisha memohon dengan
sangat, sebab menurutnya ini kesempatan baik untuk menjelaskan islam yang
sebenarnya pada orang Barat.
. . .
Dikutip dari : Ayat-Ayat Cinta, Habiburrahman El-Shirazy,
Republika, Semarang, 2004
2. Menggunakan alur campuran
Pada alur cerita Biola Tak Berdawai, terdapat Alur flashback
atau sorot balik.
3. Terdapat banyak kritik sosial
contoh:
. . .
“Kita tidak usah menambah beban mereka yang pendek akal,
jiwanya kerdil, dan tidak bernyali menghadapi kenyataan. Kita anggap saja bayi-bayi ini titipan Tuhan,
sebelum mereka dipanggil kembali.”
Apakah para pembuang bayi itu orang-orang miskin yang kurang
pengetahuan?
. . .
Dikutip dari: Biola Tak Berdawai, Seno Gumira Ajidharma,
2004
Referensi :
Salah satu teknik terkenal gambar prasejarah yang dilakukan
orang-orang gua adalah denganmenempelkan tangan di dinding gua, lalu
menyemburnya dengan kunyahan daun-daunan atau batu mineral berwarna. Hasilnya
adalah jiplakan tangan berwana-warni di dinding-dinding gua yang masih bisa
dilihat hingga saat ini. Kemudahan ini memungkinkan gambar(dan selanjutnya
lukisan) untuk berkembang lebih cepat daripada cabang seni rupa lainseperti
seni patung dan seni keramik.Seperti gambar, lukisan kebanyakan dibuat di atas
bidang datar seperti dinding, lantai,kertas, atau kanvas. Dalam pendidikan seni
rupa modern di Indonesia, sifat ini disebut juga dengan dwi-matra(dua dimensi,
dimensi datar). Seiring dengan perkembangan peradaban,nenek moyang manusia
semakin mahir membuat bentuk dan menyusunnya dalam gambar,maka secara otomatis
karya-karya mereka mulai membentuk semacam komposisi rupa dannarasi
(kisah/cerita) dalam karya-karyanya.Objek yang sering muncul dalam karya-karya
purbakala adalah manusia, binatang, danobyek-obyek alam lain seperti pohon,
bukit, gunung, sungai, dan laut. Bentuk dari obyekyang digambar tidak selalu
serupa dengan aslinya. Ini disebut citra dan itu sangatdipengaruhi oleh
pemahaman si pelukis terhadap obyeknya. Misalnya, gambar seekorbanteng dibuat
dengan proporsitanduk yang luar biasa besar dibandingkan dengan ukurantanduk
asli. Pencitraan ini dipengaruhi oleh pemahaman si pelukis yang
menganggaptanduk adalah bagian paling mengesankan dari seekor banteng. Karena
itu, citra mengenaisatu macam obyek menjadi berbeda-beda tergantung dari
pemahaman budaya masyarakatdi daerahnya. Pencitraan ini menjadi sangat penting
karena juga dipengaruhi oleh imajinasi. Dalam perkembangan seni lukis,
imajinasi memegang peranan penting hingga kini.Pada mulanya, perkembangan seni
lukis sangat terkait dengan perkembangan peradabanmanusia. Sistem bahasa, cara
bertahan hidup (memulung, berburu dan memasangperangkap, bercocok-tanam), dan
kepercayaan (sebagai cikal bakal agama) adalah hal-halyang mempengaruhi
perkembangan seni lukis. Pengaruh ini terlihat dalam jenis obyek,pencitraan dan
narasi di dalamnya. Pada masa-masa ini, seni lukis memiliki kegunaankhusus,
misalnya sebagai media pencatat (dalam bentuk rupa) untuk
diulangkisahkan.Saat-saat senggang pada masa prasejarah salah satunya diisi
dengan menggambar danmelukis. Cara komunikasi dengan menggunakan gambar pada
akhirnya merangsangpembentukan sistem tulisan karena huruf sebenarnya berasal
dari simbol-simbol gambaryang kemudian disederhanakan dan dibakukan.
2. Seni lukis
zaman klasik
Seni lukis zaman klasik kebanyakan dimaksudkan untuk tujuan:
· Mistisme
(sebagai akibat belum berkembangnya agama)
· Propaganda
(sebagai contoh grafiti di reruntuhan kota Pompeii),
Di zaman ini lukisan dimaksudkan untuk meniru semirip mungkin
bentuk-bentuk yang ada di alam. Hal ini sebagai akibat berkembangnya ilmu
pengetahuan dan dimulainya kesadaran bahwa seni lukis mampu berkomunikasi lebih
baik daripadakata-kata dalam banyak hal. Selain itu, kemampuan manusia untuk
menetap secarasempurna telah memberikan kesadaran pentingnya keindahan di
dalamperkembangan peradaban.
Seni lukis zaman
pertengahan
Sebagai akibat terlalu kuatnya pengaruh agama di zaman
pertengahan, seni lukis mengalami penjauhan dari ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan dianggap sebagai sihiryang bisa menjauhkan manusia dari pengabdian
kepada Tuhan. Akibatnya, seni lukis puntidak lagi bisa sejalan dengan
realitas.Kebanyakan lukisan di zaman ini lebih berupa simbolisme, bukan
realisme. Sehingga sulitsekali untuk menemukan lukisan yang bisa dikategorikan
"bagus".Lukisan pada masa ini digunakan untuk alat propaganda dan
religi. Beberapa agama yangmelarang penggambaran hewan dan manusia mendorong
perkembangan abstrakisme(pemisahan unsur bentuk yang "benar" dari
benda). Namun sebagai akibat pemisahan ilmu pengetahuan dari kebudayaan
manusia,perkembangan seni pada masa ini mengalami perlambatan hingga dimulainya
masa renaissance.
Seni lukis zaman Renaissance
Berawal dari kota Firenze. Setelah kekalahan dari Turki,
banyak sekali ahli sains dan kebudayaan (termasuk pelukis) yang menyingkir dari
Bizantium menuju daerahsemenanjung Italia sekarang.Dukungan dari keluarga
deMedici yang menguasai kota Firenze terhadap ilmupengetahuan modern dan seni
membuat sinergi keduanya menghasilkan banyaksumbangan terhadap kebudayaan baru
Eropa.Seni Rupa menemukan jiwa barunya dalam kelahiran kembali seni zaman
klasik. Sains dikota ini tidak lagi dianggap sihir, namun sebagai alat baru
untuk merebut kembalikekuasaan yang dirampas oleh Turki.
Pada akhirnya, pengaruh seni di kota Firenze menyebar ke
seluruh Eropa hingga EropaTimur.Revolusi Industri di Inggris telah menyebabkan
mekanisasi di dalam banyak hal. Barang-barang dibuat dengan sistem produksi
massal dengan ketelitian tinggi. Sebagaidampaknya, keahlian tangan seorang
seniman tidak lagi begitu dihargai karena telahdigantikan kehalusan buatan
mesin.Sebagai jawabannya, seniman beralih ke bentuk-bentuk yang tidak mungkin
dicapai olehproduksi massal (atau jika bisa, akan biaya pembuatannya menjadi sangat
mahal). Lukisan,karya-karya seni rupa, dan kriya diarahkan kepada kurva-kurva
halus yang kebanyakanterinspirasi dari keindahan garis-garis tumbuhan di alam.
Tokoh yang banyak dikenal dari masa ini adalah:
Tomassi
Donatello
Leonardo da
Vinci
Michaelangelo
Raphael
Referensi :
Sabtu, 22 Oktober 2016
TUGAS IBD 1&2
Nama : Damar
Amanda Rizky
Kelas :
1EA03
NPM :
11216670
MAKALAH KEBUDAYAAN
I.
Pendahuluan
1.
Tujuan
Dengan membuat makalah ini, diharapkan pembaca
nisa memahami bagaimana arti kebudayaan dalam kehidupan sehari-hari dan pembaca
dapat mengetahui lebih banyak tentang hubungan kebudayaan dengan masyarakat
2.
Pembukaan
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmatNYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Dan
harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca untuk lebih memahami tentang kebudayaan, Untuk ke depannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, Saya yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, Saya yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
II.
Definisi
Kebudayaan
Pengertian kebudayaan secara umum adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang kompleks yang mencakup pengetahuan,
keyakinan, seni, susila, hukum adat dan setiap kecakapan, dan kebiasaan.
Menurut Koentjaraningrat yang berpendapat bahwa
kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu dari kata Budhayah yang merupakan bentuk jaka dari
katabudhi, yang berarti
akal. Jadi, kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan
akal.
Dalam konteks ini, hasil rasa masyarakat
mewujudkan norma-norma dan nilai-nilai kemasyarakatan yang sangat perlu untuk mengadakan
tata tertip dalam pergaulan kemasyarakatan. Hal ini dimaksudkan untuk
melindungi dari kekuatan-kekuatan yang buruk yang tersembunyi dalam masyarakat.
Dengan demikian, hakikatnya penciptaan norma-norma dan kaidah-kaidah adalah
merupakan petunjuk-petunjuk tentang bagaimana manusia harus bertindak dan
berlaku di dalam pergaulan hidup.
III.
HUBUNGAN
MANUSIA DENGAN KEBUDAYAAN
Manusia dan kebudayaan, memang dua hal yang
tidak bias dipisahkan, karena kehidupan manusia sangat terikat sekali dengan kebudayaan.
Setiap manusia di muka bumi ini memiliki kebudayaannya masing-masing, oleh
karena itulah sebuah kebudayaan memiliki keunikan atau ciri khasnya tersendiri.
Kebudayaan berasal dari kata budaya yang berarti hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia. Definisi Kebudyaan itu sendiri adalah
sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau
gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Namun kebudayaan juga dapat kita
nikmati dengan panca indera kita
Kebudayaan sangat erat
hubungannya dengan masyarakat. Segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat
ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk
pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Secara sederhana hubungan
antara manusia dengan kebudayaan ketika manusia sebagai perilaku kebudayaan,dan
kebudayaan tersebut merupakan objek yang dilaksanakan sehari-hari oleh manusia
Contoh-contoh pengaruh
kebudayaan
Pengaruh budaya terhadap Masyarakat:
1. Pakaian
Perubahan
mode pakaian pada masyarakat bisa saja terjadi. Dahulu semua masyarakat
menggunakan pakaian adat khasnya. Namun, seiring dengan kemajuan dari
perkembangan masyarakat tersebut membuat sedikit demi sedikit anggota
masyarakat mulai meninggalkan pakaian adatnya dan menggunakan pakaian yang
menjadi trend di daerah itu. Seperti contoh, sekarang adalah jamannya demam
Korea. Bagi penggemar beratnya, mereka selalu mencari dan menggunakan pakaian
yang biasa digunakan orang Korea. Namun, masyarakat tetap tidak meninggalkan
pakaian adat mereka dan tetap menggunakannya dalam acara tertentu. Seperti
pakaian adat Bali yang digunakan setiap kali mereka sembahyang di pura.
2. Model Rambut
Model
rambut juga banyak berubah. Bahkan masyarakat cenderung merasa harus mengikuti
trend tersebut jika tidak mau dikatakan ‘jadul’ atau ‘culun’. Pengaruh terbesar
adalah model rambut ‘punk’ yang membuat banyak remaja mengikuti model rambut
dan gaya hidup orang dengan model rambut tersebut.
3. Kesenian
Kesenian
bisa saja berubah atau tergantikan seiring perkembangan zaman. Saat ini, banyak
kesenian di Indonesia yang mulai punah karena anak bangsa tidak suka dengan
kesenian tersebut. Bahkan mereka lebih suka mempelajari kesenian asing dengan
alasan trendy. Namun, masih banyak kesenian populer Indonesia yang masih bisa
bertahan sampai sekarang.
4. Bahasa Daerah
Indonesia
memiliki banyak sekali bahasa daerah. Namun, banyak juga bahasa yang mulai
punah. Itu mungkin disebabkan karena mereka lebih berminat untuk menggunakan
Bahasa Indonesia atau bahasa Inggris dibandingkan bahasa daerahnya sendiri. Itu
mungkin karena bahasa tersebut jangkauan komunikasinya lebih luas dibandingkan
bahasa daerahnya yang cenderung hanya dimengerti oleh anggota masyarakat di
daerah tersebut.
5. Masuknya Budaya Barat
Budaya di Indonesia
telah banyak tercampur dengan budaya asing. Itu mungkin disebakan karena
kebudayaan itu lebih menyenangkan dibandingkan budayanya sendiri. Seperti
budaya hari Valentine dan pesta ulang tahun. Sebenarnya budaya asli Indonesia
telah memiliki budaya yang mirip dengan budaya tadi. Namun, budaya tersebut
terkadang dianggap kurang meriah. Contoh perubahan besar lainnya adalah
penggunaan komputer dan alat-alat teknologi sebagai pengganti buku untuk
mencari tugas. Hal itu disebabkan oleh kemudahan menggunakan alat-alat
teknologi tersebut.
6.Cara berkomunikasi
Perubahan pada cara berkomunikasi bisa
terjadi. Beberapa tahun lalu kita masih menggunakan surat untuk berkomunikasi
jarak jauh dan sekarang, dengan menggunakan jejaring sosial atau alat
komunikasi, seseorang bisa berkomunikasi dengan cepat dan praktis.
IV.
PENUTUP
Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan
menambah pengetahuan para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan
dalam penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan
lugas.Karena kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan Dan kami
juga sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan
makalah ini. Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima di hati dan kami
ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Nama : Damar Amanda Rizky
NPM
: 11216670
KELAS : 1EA03
1.Edward Burnett Tylor
Edward Burnett Tylor.
Sir Edward Burnett Tylor (2 Oktober 1832—2 Januari 1917), adalah seorang antropolog yang berasal
dari Inggris.
Tylor dikenal melalui jasanya dalam
penelitian evolusi kebudayaan. Dalam karyanya Primitive
culture dan Anthropology, ia mendefinisikan konteks
penelitian ilmiah dalam antropologi, yang didasari dari teori evolusi Charles Darwin. Dia percaya bahwa ada
sebuah basis fungsional dalam perkembangan masyarakat dan agama, yang ia anggap
bersifat universal.
Ia juga memperkenalkan kembali
istilah animisme[1] (kepercayaan
terhadap jiwa dan roh-roh nenek moyang) yang ia anggap sebagai sebuah fase awal
dalam perkembangan agama.
Kutipan
Dalam buku “Primitif Culture”, bahwa
kebudayaaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan
yang lain serta kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat.
2. Koentjaraningrat
Prof. Dr. Koentjaraningrat (lahir di Sleman, 15 Juni 1923 – meninggal
di Jakarta, 23 Maret 1999 pada umur 75 tahun)
adalah antropolog Indonesia.
Biografi
Ayahnya R.M. Emawan Brotokoesomo, adalah
seorang pamong praja di lingkungan Pakualaman. Ibunya, R.A. Pratisi
Tirtotenojo, sering diundang sebagai penerjemah bahasaBelanda oleh keluarga Paku Alam. Walaupun anak tunggal,
didikan ala Belanda yang diterapkan
ibunya membuatnya menjadi pribadi yang disiplin dan mandiri sejak kecil.
Referensi
https://id.wikipedia.org/wiki/Koentjaraningrat
Kutipan
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan,
tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik dari manusia dengan belajar.
3. Ki Hadjar Dewantara
|
Ki Hadjar Dewantara
|
Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EYD: Suwardi Suryaningrat, sejak
1922 menjadi Ki Hadjar Dewantara, EYD: Ki Hajar Dewantara,
beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya dengan Ki Hajar Dewantoro; lahir
di Pakualaman, 2 Mei 1889 – meninggal di Yogyakarta, 26 April 1959 pada umur 69 tahun;[1] selanjutnya
disingkat sebagai "Soewardi" atau "KHD") adalah aktivis
pergerakankemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman
penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan
kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan
seperti halnya para priyayi maupun
orang-orang Belanda.
Referensi^
Ini adalah versi
Perguruan Tamansiswa dan Kepustakaan Presiden Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia, tokohindonesia.com menyebutkan 28 April 1959 sebagai
tanggal wafat.
Kutipan
Kebudayaan
berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh
kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk
mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya
guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib
dan damai
4. Soekmono
Drs. R. Soekmono (lahir
di Ketanggungan, kabupaten Brebes, 14 Juli 1922 – meninggal di Jakarta, 9 Juli 1997 pada umur 74 tahun)[1] adalah
salah satu arkeolog dari Indonesiadan pernah memimpin proyek pemugaran Candi Borobudur pada tahun 1971-1983.[2]
Bersama-sama dengan Satyawati
Suleiman,
Soekmono termasuk dalam arkeolog pertama bangsa Indonesia yang berhasil
menyelesaikan gelar sarjananya pada tahun 1953 dari Fakultas Sastra Universitas
Indonesia. Pak Soek, biasa dipanggil oleh rekan, bawahan, dan mahasiswanya.
Bersama-sama dengan Satyawati Suleiman, Soejono, Boechari, Uka Tjandrasasmita,
Basoeki dan arkeolog Belanda pada tahun 1954 melakukan ekspedisi ke Sumatera.
Dari ekspedisinya itu, ia berpendapat bahwa pada masa Sriwijaya garis pantai Sumatera bagian timur
terletak di daerah pedalaman. Di Jambi terdapat sebuah teluk, sedangkan
kota Palembang terletak di ujung
sebuah semenanjung. Pendapatnya ini terus dipertahankan hingga akhir hayatnya
Referensi
Kutipan
Kebudayaan adalah
seluruh hasil usaha manusia, baik berupa benda ataupun hanya berupa buah
pikiran dan dalam penghidupan.
5. Parsudi Suparlan
Prof. Dr. Parsudi Suparlan (lahir
di Jakarta, 3 April 1938 – meninggal di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, 22 November 2007 pada umur 69 tahun) adalah seorangantropolog Indonesia. Ia memiliki kepakaran dalam bidang antropologi perkotaan, kemiskinan perkotaan,
dan multikulturalisme.
Referensi
Kutipan
Kebudayaan didefinisikan sebagai keseluruhan pengetahuan
manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan
menginterprestasikan lingkungan dan pengalamanya, serta menjadi landasan bagi
tingkah-lakunya
6.Mohammad
Hatta.
Siapa yang tidak mengenal salah satu pahlawan
atau tokoh Proklamator Indonesia ini bersamaPresiden Soekarno. Sangat bersahaja dan sederhana hingga akhir hayatnya ini itulah sosok
Mohammad Hatta yang lahir pada tanggal 12 Agustus 1902 di Bukittinggi. Di kota
kecil yang indah inilah Bung Hatta dibesarkan di lingkungan keluarga ibunya.
Ayahnya, Haji Mohammad Djamil, meninggal ketika Hatta berusia delapan bulan.
Dari ibunya, Hatta memiliki enam saudara perempuan. Ia adalah anak laki-laki
satu-satunya. Sejak duduk di MULO di kota Padang, ia telah tertarik pada
pergerakan. Sejak tahun 1916, timbul perkumpulan-perkumpulan pemuda seperti
Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa. dan Jong Ambon. Hatta masuk ke
perkumpulan Jong Sumatranen Bond.
Referensi
Kutipan
Kebudayaan adalah ciptaan hidup dari suatu bangsa
7. Ki Sarmidi Mangunsarkoro
Ki Mangunsarkoro atau Sarmidi
Mangunsarkoro (lahir 23 Mei 1904 – meninggal 8 Juni 1957 pada umur 53 tahun) adalah pejuang di
bidang pendidikan nasional, ia dipercaya menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pada tahun 1949
hingga tahun 1950.
Referensi
Kutipan
Kebudayaan adalah segala yang merupakan hasil kerja jiwa
manusia dalam arti yang seluas-luasnya
Langganan:
Komentar (Atom)
PEMASARAN INDUSTRI DAN E-COMMERCE
PEMASARAN INDUSTRI DAN E-COMMERCE Pengertian E-Commerce E-commerce merupakan suatu istilah yang sering digunakan atau didengar saat ...
-
Minggu, 17 November 2019 Strategi Produk Menurut Philip Kotler ada tiga macam strategi di dalam pengembangan produk: a. Stra...
-
PERENCANAAN STRATEGI, IMPLEMENTASI DAN PENGAWASAN DALAM PEMASARAN INDUSTRI Strategi yang disusun dapat dibedakan menjadi beberapa ti...
-
Nama : Damar Amanda Rizky Kelas : 1EA03 NPM : 11216670 Hi friends!! I have one idol actress. He is actress in Indonesian. He is Ris...
